SYSTEM THINKING
“BERPIKIR
SECARA SISTEM”
A. System
Thinking: What, Why, When, How
1.
Pengertian System Thinking
Sistem adalah kumpulan dari beberapa komponen yang
saling bekerja sama dengan menjalankan fungsinya masing-masing untuk mencapai
suatu tujuan. Sehingga bila salah satu komponen tersebut tidak berfungsi, maka
tatanan tersebut akan tidak berfungsi dan tidak akan bisa mencapai tujuan yang
diinginkan.
Sedangkan cara berpikir sistem adalah salah satu
pendekatan yang diperlukan agar manusia dapat memandang persoalan-persoalan
dunia ini dengan lebih menyeluruh dan dengan demikian pengambilan keputusan dan
pilihan aksi dapat dibuat lebih terarah kepada sumber-sumber persoalan yang
akan mengubah sistem secara efektif.
Menurut Peter Singe, system thinking adalah suatu kerangka kerja untuk melihat keseluruhan
proses, melihat hubungan saling keterkaitan dan mengenali pola-pola daripada
melhat potret terpotong-potong yang statis.
Syarat awal untuk memulai system thinking adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan
memikirkan sesuatu kejadian sebagai sebuah sitem (system approach). Kejadian apapun, baik fisik maupun non fisik,
dipikirkan sebagai unjuk kerja dan keseluruhan interaksi antara bats lingkungan
tertentu (Forrester, 1968).
System thinking dapat digunakan sebagai pendekatan untuk
memahami suatu permasalahan secara keseluruhan dan akurat sebelum bertindak,
sehingga bisa mengajukan pertanyaan yang lebih baik sebelum melompat ke
kesimpulan.
2.
Manfaat System Thinking
Mengapa perlu belajar sysyem thinking, sebab dengan belajar dan menguasai ilmu berpikir
sistem, dapat dianalisa setiap masalah dalam penugasan secara ilmiah, tepat
guna dan berhasil guna (efektif dan efesien).
Manfaat dari System
thinking antara lain:
a.
Memberi
pemahaman atas keterkaitan elemen-elemen yang mempengaruhi kinerja.
b.
Menjadi
bahasa bersama untuk dialog tentang struktur dan proses sistem
c.
Memetakan
dan simulasi apa yang dipahami bersama.
d.
Fenomena
dasar yang berkembang dengan memerhatikan interaksi dari berbagai yang
berkaitan.
e.
Penyelesaian
masalah dengan pendekatan antar disiplin yang bekerja sama secara sinergis
sebagai pemecah masalah
f.
Keterbukaan
menerima hal-hal baru yang berkembang cepat, untuk meningkatkan efektivitas
dari keluarga dan organisasi.
Sedangkan dampak
negatif yang ditimbulkan apabila tidak menguasai system thinking, yaitu:
a. Dampak yang tidak diharapkan; efek
samping atau dampak tak terduga terjadi karena kita tidak memahami dengan baik
struktur persoalannya, sehingga luput dari perhatian.
b.
Fokus
pada satu bagian, mengabaikan keseluruhan; diakibatkan karena masing-masing manusia
tidak paham persoalan keseluruhannya maka masing-masing manusia punya keputusan
yang berbeda untuk persoalan yang sama, atau sebaliknya, memilih keputusan sama
untuk persoalan yang berbeda.
c.
Manfaat
jangka pendek, mudarat jangka panjang.
d.
Hanya
melihat apa yang ingin dilihat.
3. Kapan
System Thinking sebaiknya digunakan
Masalah yang cocok untuk diterapkan pada system thinking mempunyai beberapa
karakteristik sebagai berikut:
1.
Mempunyai
isu yang penting.
2.
Permasalahannya
sudah kronis dan terus menerus terulang, bukan peristiwa yang terjadi hanya di
satu waktu.
3.
Permasalahannya
sudah dikenal atau akrab serta memiliki sejarah yang dikenal
4.
Permasalahan
ini telah dipecahkan sebelumnya dan mengalami kegagalan.
4. Bagaimana
Cara Kerja System Thinking
Dalam
memahami sistem, ada dua cara yang umum dilakukan yaitu:
a.
Proses
analisis mempelajari bagaimana bagian-bagian dari sistem bekerja sehingga
didapatkan hasil berupa knowledge mengenai
kerja sistem tersebut.
b.
Proses
sintesis melihat sistem secara keseluruhan sehingga mendapatkan hasil berupa
pehamanan akan sistem tersebut.
Cara berpikir sistem adalah kemampuan untuk melihat
melalui lensa yang berbeda. Lensa-lensa tersebut adalah time horizon (rentang waktu) dan space horizon (rentang tempat). Pemilihan lensa akan mempengaruhi
isu yang diangkat dan cara penangganan masalah. Para pemikir sistem mengubah
tingkat perhatian (level of perspective) mereka
dari masalah kepada sistem yang memuat masalah tersebut. Tingkat ini dapat
mencakup paradigma, data, perilaku, struktur sebab akibat, kebijakan, maupun
institusi dan budaya. Pada setiap tingkat diperlukan pemahaman tersendiri akan
sistem yang dimaksud.
B. System
Thinking Tool
Salah satu
konsep yang digunakan oleh system thinker
untuk melakukan analisis adalah “system
iceberg” disebut dengan model gunung es. Model gunung es ini adalah alat
sistem berpikir yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok dalam
menenmukan pola perilaku, struktur pendukung dan model mental yang mendasari
suatu peristiwa tertentu.
Model gunung es
memiliki tiga tingkatan; kejadian (event),
perilaku (pattern), dan struktur
(systemic structure). Semakin ke
dalam, analisis semakin susah karena konsep yang digunakan semakin abstrak.
Namun jika dilakukan dengan baik, solusi yang tersedia akan lebih baik.
1) Event
– Pendekatan Reaktif.
Jenjang ini adalah yang paling kasat mata, biasanya
ditangkap oleh panca indera. Pada gunung es, “event” terletak di atas permukaan
laut, sehingga semua orang akan bisa melihatnya. Analisis dan pemecah masalah
yang bekerja pada level ini akan bertindak reaktif, seperti pemadam kebakaran.
Jika ada kejadian kemudian akan beraksi. Kejadian demi kejadian akan terlihat
seperti kejadian acak tanpa telihat ada kaitannya. Karena kejadian demi
kejadian terlihat acak, maka mereka akan sangat sibuk memadamkam api yang
sedang terjadi, yang menyebabkan semua energi dan waktu akan terkuras untuk
pekerjaan rutin “memadamkan apiyang tak habis-habisnya”.
Seseorang hidup di dunia yang penuh dengan peristiwa-peristiwa.
Sesuatu terjadi dan ia kemudian meresponnya. Tanpa adanyan suatu pemahaman yang
mendasai penyebab dari peristiwa ini, masing-masing peristiwa tersebut dapat
menciptakan peristiwa lainnya dalam hubungan sebab-akibat yang tak berujung. Pad
tingkat pemahaman ini, semua yang dapat dilakaukan adalah beraksi terhadap
segala sesuatu yang terjadi.
2) Patterns
– Pendekatan Adaptive
Tingkatan yang lebih mendalam yang bisa dilakukan
adalah dengan mengamati perilaku sistem. Satu faktor penting yang harus
diperhatikan pada level ini adalah waktu. Kumpulan kejadian-kejadian bisa
dilihat dalam rentetan waktu sehingga akan terlihat pola-pola tertentu.
Jika dunia ini mulai dipandang sebagai pola perilaku
terhadap waktu, maka sebuah peristiwa dapat diantisipasi dan diakomodasi.
Pengelolaan pada tingkatan ini membolehkan untuk melakukan antisipasi terhadap
kecenderungan yang terjadi dan mengakomodasinya. Pada tingkatan ini, respon
yang dilakukan masih terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, namun dalam
bentuk yang lebih proaktif.
3) Systemic
Structure – Pendekatan Generative
Untuk memecahkan setiap kasus permasalahan, perlu
pendekatan (1) dan (2) sebelum menyelam ke pendekatan (3). Pada pendekatan ini,
analisis perlu melihat keterkaitan antara satu faktor dengan faktor lain.
Faktor yang saling mengait inilah yang nantinya memunculkan pola atau
kecenderungan yang biasa ditangkap analisis level (2). Melihat struktur sebuah
sistem tidaklah mudah. Kadang hubungan antar faktor terpisah oleh lokasi dan
waktu. Sistem juga berubah setiap waktu dan tidak jelas batasnya.
Apa yang membuat perilaku-perilaku yang dapat
diamati dapat mulai dilihat dan kemudian diambil tindakan untuk mengubah
struktur-struktur ini. Ini membolehkan seseorang untuk mengubah sumber suatu
permasalahan daripada berhadapan dengan gejalanya saja. Kekuatan system thinking lebih memusatkan
perhatian pada tingkatan struktur sistemik, dimana ia merupakan letak
pengungkit terbesar untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kompleks.
Jadi menyelesaikan sebuah permasalahan atau
persoalan itu mengubah kondisi real (existing)
menjadi kondisi yang diinginkan. Dalam dunia nyata sering dikompromikan,
oleh karena kondisi real susah diubah sesuai yang diinginkan, maka keinginan
itu diturunkan atau didekatkan menjadi tidak terlalu jauh dengan kondisi real.
Untuk mengubah kondisi real menjadi kondisi yang diinginkan ini dapat dicapai
dengan mengubah struktur kesisteman persoalan yang sedang dihadapi.
C. Kesimpulan
1.
Dengan
system thinking ini, membolehkan
seseorang untuk mengubah sumber suatu permasalahan daripada berhadapan dengan
gejalanya saja.
2.
System thinking dapat membantu membuka simpul-simpul
permasalahan yang ada dengan membantu menggambarkan kembali permasalahan
tersebut dari suatu perspekif yang berbeda secara fundamental.
3.
Dengan
menggunakan analogi “gunung es”, bagian yang terlihat oleh manusia adalah
peristiwa yang terjadi dikehidupan. Dan masalahnya adalah, seperti gunung es,
yang 90% tidak terlihat. Jadi semakin bisa memahami apa yang terjadi di bawah
permukaan, semakin bisa dipengaruhi bagaimana sistem bekerja.
D. Daftar
Rujukan
Arnold,
Ross D. 2015. Jurnal. A Definition of System Thinking : A System Approach. USA
: Elsevier B.V
Forrester, J.W. 1968. Principles of System. Pegasus Communication, Inc: New York.
Goodman,
Michael. System Thinking:What, Why, When, Where,and How?. Artikel
diambil pada tanggal 22 Oktober 2016 dari (https://thesystemsthinker.com/systems-thinking-what-why-when-where-and-how/)
Nur
Fuad Abdullah. 2012. Cara Berpikir Sistem.
Artikel diambil pada tanggal 21Oktober 2016, dari (share.its.ac.id/mod/resource/view.php?id=6240)
Richmond,
Barry. The “Thinking” in System Thinking” How Can We Make It Easier To
Master?”. Artikel diambil pada tanggal 22 Oktober 2016 dari (https://thesystemsthinker.com/the-thinking-in-systems-thinking-how-can-we-make-it-easier-to-master/)
1 Comments
nice information min
ReplyDeleteobeng samsung plus