SUCCESSFUL INTELLIGENCE

Hasil gambar untuk SUCCESSFUL INTELLIGENCE
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Successful Intelligence
Pengertian umum mengenai intelligensi digambarkan sebagai kecerdasan, kepintaran, ataupun kemampuan untuk memecahkan problem yang dihadapi. Gambaran mengenai siswa yang pintar, siswa yang selalu naik kelas dengan nilai terbaik, atau siswa yang jempolan dikelasnya. Bahkan gambaran ini meluas pada citra fisik, yaitu citra anak yang wajahnya bersih, berpakaian rapi, matanya bersinar, atau berkaca mata. Sebaliknya, gambarananak yang berintelligensi rendah membawa citra seseorang yang lamban berfikir, sulit mengerti, prestasi belajarnya rendah dan mulut lebih banyak menganga. Pandangan awam sebagaimana digambarkan di atas, walaupun tidak memberikan arti yang jelas tentang intelligensi, pada umumnya tidak berbeda jauh dari makna intelligensi sebagaimana yang dimaksudkan oleh para ahli. Adapun definisinya, makna intelligensi memang mendeskripsikan kepintaran dan kebodohan.
Stanberg (1997) mengemukkan teori tentang kecerdasan yang dinamakan sebagai Successful Intelligence (kecerdasan sukses). Successful Intelligence ini mempunyai tiga macam tipe kecerdasan yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Jika ketiga macam kecerdasan tersebut bisa berkembang secara baik di dalam diri individu, maka individu tersebut akan memperoleh kesuksesan. Tipe kecerdasan pertama yaitu kecerdasan analitis (Analitycal Intelligence) yang berfokus pada menganalisis masalah. Tipe kecerdasan kedua yaitu kecerdasan praktis (Practical Intelligence) yang berfokus pada pemecahan masalah praktis yang ditemui di kehidupan sehari-hari. Tipe kecerdasan kreatif yang berfokus pada bagaimana menciptakan bentuk-bentuk baru, inovasi-inovasi baru yang lebih bermanfaat.
Selanjutnya untuk menjadi cerdas-sukses seseorang harus berfikir dengan tiga cara yang berbeda yaitu: analisis, kreatif, dan praktis. Ketiga aspek kecerdasan kesuksesan tersebut sangat berhubungan. Kecerdasan analitis dibutuhkan dalam pemecahan masalah dan menilai kualitas dari ide-ide. Kecerdasan kreatif dibutuhkan dalam memunculkan dan menciptakan alternatif pemecahan baru terbaik bagi suatu masalah, dan kecerdasan praktis dibutuhkan dalam menerapkan solusi atau ide-ide secara efektif dan realistis dan kemudian mengevaluasinya dalam kehidupan sehari-hari.


B.     Teori Triaksis ( Triarchic Theory)
Robert Sternberg yang menganggap kecerdasan adalah sesuatu yang bersangkutan dengan pengolahan informasi. Sternberg mempelajari bagaimana informasi mengalir ke dalam diri seseorang dan bagaimana informasi ini berubah sesuai kebutuhan lingkungan. Analisis yang dilakukan  akhirnya muncul sebagai model kecerdasan bercabang tiga (triarchic). Aspek-aspek yang dinyatakannya adalah sebagai berikut:
1.      Kecerdasan Analitis (Analitycal Intelligence)
Kecerdasan analitis berkaitan dengan bagaimana anak mampu melakukan analisis terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya. Anak biasanya telah memiliki dasar-dasar kecerdasan analitis ini karena kecerdasan ini diajarkan, diterapkan dan dikembangkan selama anak memasuki kegiatan belajar mengajar di sekolah. Anak akan memperoleh pemahaman dasar dan keterampilan dasar dalam melakukan analitis terhadap suatu masalah. Kecerdasan analitis merupakan komponen yang pertama dalam Successful Intelligence. Kecerdasan ini melibatkan arah sadar proses mental kita dalam menemukan sebuah permasalahan.
Kecerdasan analitis melibatkan tindakan menganalisis, membandingkan dan menilai. Sebagai contoh, siswa berlatih matematika. Di dalam proses menyelesaikan masalah matematika, siswa akan menganalisis informasi yang diberikan. Kemudian membuat gerak kerja solusi sesuai formula tertentu.
Untuk meningkatkan kecerdasan analitis ada 6 tahapan keterampilan dasar yang harus dimiliki dalam mencapai dan menciptakan pemecahan masalah yang efektif dan efisien. Keenam tahapan ini merupakan suatu proses bertahap dimana anak dapat menggunakannya untuk menghadapi masalah-masalah yang ditemuinya sehari-hari (Sternberg, 1997 dalam Safaria, 2008).
1)      Problem recognition
Sebelum memecahkan suatu masalah, pertama-tama harus memahami, mengerti dan mengetahui masalah apa sebenarnya sedang dihadapinya saat ini. Keterampilan dasar pertama adalah harus memahami bahwa dia memiliki suatu permasalahan. Menyadari bahwa ada masalah yang akan menghambatnya untuk sukses di masa depan. Kesadaran dan pemahaman akan adanya permasalahan ini akan membimbing pada satu keputusan yaitu saya harus memecahkan masalah ini.

2)      Problem definition
Setelah seseorang memahami bahwa ia sedang menghadapi suatu masalah, langkah selanjutnya adalah ia harus mampu mendefenisikannya secara akurat, spesifik dan pasti apa masalahnya tersebut.
3)      Formulating a strategy for problem solving
Masalah telah didefenisikan secara jelas dan akurat, selanjutnya harus menyiapkan dan menentukan strategi apa yang akan dia gunakan untuk memecahkan masalah tersebut.
4)      Representing information
Seseorang yang telah sampai pada tahap ini kemudian mencari informasi-informasi penting untuk kesuksesan strategi yang dibuatnya. Ia akan mengumpulkan pengetahuan, menimbang dan mengorganisir informasi-informasi penting sebelum ia menerapkan strateginya tersebut.
5)      Allocating resources
Dalam memecahkan masalah, perlu untuk memutuskan sumber daya apa yang ingin dialokasikan untuk masalah tersebut. Keputusan ini berkaitan dengan banyaknya usaha yang diberikan dalam satu waktu tertentu. Sesorang yang memiliki successful intelligence berfikir secara hati-hati tentang bagaimana menyediakan dan membagi sumber daya untuk digunakan dalam perencanaan jangka pendek sekaligus untuk perencanaan jangka panjang. Mereka mempertimbangkan rasio risk-reward dan kemudian memilih sumber daya yang mereka yakini akan memaksimalkan hasil yang akan mereka dapatkan.
6)      Monitoring and evaluation
Monitoring secara sederhana dapat diartikan sebagai mengamati perkembangan selama proses pemecahan masalah. Evaluasi secara sederhana merupakan penilaian atas kualitas dari proses pemecahan masalah dan solusi yang telah dicapainya. Seseorang yang memiliki successful intelligence tidak selalu membuat keputusan yang tepat, tetapi mereka memonitor dan mengevaluasi keputusan mereka dan kemudian mengkoreksi kesalahan yang telah mereka temukan.



2.      Kecerdasan Kreatif (Creative Intelligence)
Menurut Solso (1995) kreativitas diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang menghasilkan suatu cara pandang baru terhadap masalah atau situasi. Davim Cambell menekankan bahwa kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, menarik dan berguna bagi masyarakat.
Sternberg dan Lubart (1995) berpendapat bahwa ada enam unsur utama yang menyatu dan membentuk kreativitas, yaitu: kecerdasan, pengetahuan, gaya berfikir, kepribadian, motivasi dan lingkungan. Gaya berfikir mengacu kepada preferensi (kelebihsukaan) terhadap pemikiran dengan cara baru yang dipilihnya sendiri, bukan mengikuti pilihan banyak orang. Untuk bisa lebih menyukai gaya berfikir ini, orang memerlukan kepribadian tertentu yang mampu menolak pendapat orang kebanyakan dan motivasi untuk tekun dan gigih dalam mengatasi kendala yang dihadapi dalam upaya kreatifnya. Lingkungan yang paling kondusif bagi kreatifitas adalah lingkungan yang mereduksi sebagian dari kendala ini, yang mengurangi resiko yang ada dalam gagasan atau kegiatan baru dan yang mau menghargai orang yang mau mengambil resiko itu. Dengan demikian kecerdasan hanyalah merupakan satu dari enam kekuatan yang secara bersama menghasilkan pemikiran dan perilaku kreatif.
Kecerdasan ini memungkinkan dilihat sebagai kemampuan untuk mengatasi situasi baru lantas mempelajari dari situasi tersebut. Dalam arti kata yang lain, individu yang berpengalaman akan lebih efisien dalam memproses informasi dalam situasi baru.  Successful intelligence menolak mengikuti kerumunan, tetapi akan mencari jalannya dan mereka akan memimpin kerumunan. Kreativitas tidak sekedar kemampuan untuk memunculkan ide-ide baru, tetapi melibatkan proses yang seimbang dalam menerapkan ketiga aspek esensial dari kecerdasan yaitu kecerdasan kreatif, analitis dan praktis.
Sub teori ini menunjukkan bahwa perilaku yang cerdas tidak akan selalu sama, seiring dengan perkembangan waktu. Kemampuan ini sangat signifikan ketika seseorang harus mengalami suatu hal baru atau harus menghadapi sesuatu persoalan secara spontan. Mereka yang memiliki karakteristik seperti ini mungkin tidak dapat mencapai nilai tinggi dalam tes kecerdasan, namun sering merupakan orang yang kreatif dalam menghadapi hidup. Kecerdasan pengalaman terjadi ketika kita menciptakan, misalnya memproduksi puisi, menciptakan permainan baru, menghasilkan lukisan dan sebagainya. Pengajaran dan penilaian kreatif harus memungkinkan siswa mendefinisikan masalah disamping memastikan siswa dapat menyelesaikan masalah dengan baik dan dapat mengutarakan ide-ide mereka.
Sebagai contoh, jika siswa diberi suatu tugas baru yang berhubungan dengan mereka, siswa-siswa yang memiliki kecerdasan yang tinggi dalam kecerdasan pengalaman akan dapat belajar dengan cepat, menggunakan strategi yang sesuai secara otomatis dan efisien tanpa membuang waktu.

3.      Kecerdasan Praktis (Practical Intelligence)
Kecerdasan ini meliputi adaptasi dengan lingkungan, pemilihan lingkungan yang lebih optimal dari yang dimiliki sekarang, menata lingkungan yang ada agar sesuai dengan keterampilan, minat dan nilai yang dimiliki. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk menyatu dengan lingkungan dengan mengubah orang, lingkungan, atau keduanya. Dengan kata lain kemampuan untuk beradaptasi dengan dunia.
Ada beberapa orang yang mampu mengadaptasi diri mereka di dalam situasi apapun yang dituntut dalam lingkungan mereka. Mereka yang memiliki kecerdasan ini pandai memulai langkah untuk sukses di dalam hidup. Bahkan mereka juga dapat bertahan dalam hidup karena berhasil untuk mengatasi perubahan.
Sternberg, Ferrari. Clinkenbeard, dan Grigorenko mengemukakan bahwa karena aspek-aspek kemampuan analitis sintesi dan praktis kurang berkaitan erat, maka siswa yang mahir dalam salah satu dari kemampuan ini boleh jadi tidak banyak mendapatkan manfaat dari pengajaran yang ditujukan untuk kemampuan lain. Dan yang penting lainnya, mungkin ia tidak mendapatkan kreatifitasnya seperti yang diberikan di sekolah yang biasanya menekankan kemampuan menghafal dan menganalisa. Dalam sebuah eksperimen, mereka mendapati bahwa siswa yang diajar dengan cara yang lebih cocok dengan pola kemampuannya cenderung mendapat prestasi yang lebih tinggi, dibanding dengan siswa yang diajar dengan cara yang kurang cocok dengan pola kemampuan mereka.
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali orang tua menekankan secara berlebih-lebihan pada keberhasilan akademis anak semata dan melupakan keberhasilan anaknya dalam pengembangan kecerdasan praktis. Ada banyak perbedaan antara kecerdasan akademis dengan kecerdasan praktis (practical intelligence) dan perbedaan tersebut menunjukkan hal-hal penting yang sering dilupakan orang tua. Menurut Sternberg (dalam Safaria, 2008) ada beberapa perbedaan antara kecerdasan akademis di satu sisi dengan kecerdasan praktis di sisi lainnya, yaitu:
1)      Tugas-tugas akademis diberikan kepada kita pada sebuah piring perak yang mewah.
2)      Masalah akademis jarang atau bahkan tidak ada unsur kepentingan instrinsik bagi individu
3)      Masalah-maslaah akademis selalu tidak berkaitan dengan kehidupan nyata anak sehari-hari
4)      Masalah-masalah akademis sering hanya menyediakan satu jawaban yang benar.

C.    Faktor-Faktor yang Mendukung Successful Intelligence
1)      Pola Asuh Orang Tua
Keberhasilan anak dalam mengembangkan successful intelligence adalah tergantung dari pola orang tua membimbing, mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Pola asuh yang otoriter sebaiknya harus dihindari dan digantikan dengan pola asuh yang lebih demokratis dan humanis. Kebanyakan orang tua menganggap bahwa kepatuhan anak adalah utama dan menilai kepasifan anak sebagai kepatuhan. Padahal kepasifan yang dimiliki anak hanya akan menghambat terbentuknya inisiatif pada diri anak, kekurangan inisiatif pada anak hanya akan menghambat terbentuknya inisiatif pada diri anak. Kekurangan inisiatif pada anak hanya akan menghambat terbentuknya sikap proaktif yang pada akhirnya membuat anak tidak mampu bertindak cepat dalam meraih kesempatan yang ada.
Pola anak terbaik adalah pola asuh yang memanusiakan anak, yang mampu menumbuhkan perasaan kasih dan tanggung jawab anak, yang membuat anak merasa dihargai sebagai manusia, dan diterima apa adanya. Pola asuh yang demikian berfokus pada pemenuhan kebutuhan anak. Pola asuh yang terbaik adalah pola asuh yang membimbing anak menuju keberhasilan dan mengajak anak untuk berfikir sendiri tentang tujuan-tujuan hidupnya.



2)      Empati
Hal yang paling sulit dilakukan adalah berempati terhadap anak. Pendidik harus lebih mempertimbangkan pikiran dan perasaannya, dari sudut pandang anak didik agar anak merasa di mengerti dan tidak disepelekan. Secara sederhana empati dapat diartikan sebagai pemahaman terhadap anak berdasarkan sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan, pengalaman-pengalaman seorang anak. Untuk itulah sikap empati sangat dibutuhkan di dalam proses pendidikan anak.
3)      Memperkuat dan Memberi Dukungan
Menurut perspektif Gestalt, dukungan merupakan dasar yang snagat penting bagi anak, dan juga merupakan dasar untuk terciptanya interaksi anak dengan lingkungannya yang gmemuaskan. Tugas guru disini untuk memberikan dukungan yang memadai pada anak didiknya agar anak didik dapat terdorong untuk mengaktualisasikan dirinya. Dukungan yang dimiliki anak terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a)      Self Support, antara lain:
·         Kesehatan fisik;
·         Hubungan dengan alam lingkungan yang sehat;
·         Kepercayaan diri.
b)      Environmental Support, antara lain:
·         Lingkungan yang sehat;
·         Sumber daya yang cukup;
·         Hubungan dengan orang-orang penting disekitarnya;
·         Keluarga dan teman-teman yang mencintainya;
·         Penghargaan dari orang tua, guru, teman-teman dan orang lain;
·         Aktivitas bermain dan belajar yang menyenangkan.

Selain faktor-faktor yang mendukung seperti yang telah dijelaskan diatas, menurut Sternberg, 1997 (dalam Safaria, 2008) ada beberapa hambatan yang menghalangi perkembangan Successful Intelligence, yaitu :
·         Harapan negatif dari orang-orang penting di sekeliling kita
·         Keyakinan kita akan efikasi diri kita sendiri
·         Anak kehilangan dan kekurangan model yang menjadi contoh untuk ditiru dalam kehidupan sehari-hari.

D.    Kelebihan dan Kekurangan Teori Triaksis ( Triarchic Theory )
Kelebihan pemahaman inteligensi yang berbasis pada teori ini adalah sebagai berikut:
·         Memungkinkan seseorang memusatkan kemampuannya pada kekuatan dan memperbaiki atau mencoba mengatasi masalah berdasarkan kelemahannya.
·         Memotivasi atau merangsang seseorang dengan cara yang lebih sesuai.
·         Menggunakan kemampuan yang terintegrasi untuk mencapai kesuksesan dalam hidup sesuai dengan definisi personal & konteks sosio-kultural.
·         Beradaptasi, membentuk, dan memilih lingkungan.
·         Menemukan keseimbangan dalam penggunaan kemampuan analitik, kreatif, dan praktis.
·         Teori successful intelligence dapat membuat perbedaan, baik dalam kondisi laboratorium, ruang kelas di sekolah, atau kehidupan keseharian orang.
·         Teori ini berusaha menjelaskan secara terpadu hubungan antara :
Ø  Inteligensi dan dunia internal seseorang, atau mekanisme mental yang mendasari perilaku inteligen
Ø  Inteligensi dan dunia eksternal seseorang, atau penggunaan mekanisme mental untuk mencapai kesesuaian dengan lingkungan
Ø  Inteligensi dan pengalaman, perantara antara dunia internal dan eksternal seseorang.
Kelemahan dari konsep teori triarchic adalah:
·         Skor tes inteligensi hanya merupakan indikator 1 aspek dari keterampilan intelektual seseorang.
·         Hanya sesuai untuk pelajar-pelajar yang cerdas (gifted students) karena hanya mengukur aspek-aspek yang kemampuan memori dan analisa, sedangkan anak dengan kelebihan pada keterampilan yang lain perlu diberi kesempatan menunjukkan kemampuannya tersebut.

PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, Successful Intelligence mencakup pengembangan tiga kecerdasan utama yaitu kecerdasan analitis, kecerdasan kreatif dan kecerdasan praktis. Kecerdasan analitis diajarkan diterapkan dan dikembangkan selama anak memasuki kegiatan belajar mengajar di sekolah. Disana anak memperoleh pemahaman dan keterampilan dalam melakukan analisis pada suatu persoalan. Kecerdasan kreatif yaitu kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru, berkualitas tinggi, dan sesuai dengan tugas. Karena kreativitas dipandang sebagai interaksi antara orang, tugas, dan lingkungan, maka sesuatu yang baru, sesuatu yang bermutu tinggi, atau yang sesuai tugas, bisa bervariasi antara orang, tugas atau lingkungan yang satu dengan yang lain. Kecerdasan praktis adalah kemampuan untuk menerapkan keterampilan intelektual seseorang dalam konteks sehari-hari.














DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin, 2006. Pengantar Psikologi Inteligensi. Edisi I, Cetakan V. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar

Sternberg, R.J. 2005. The Theory of Successful Intelligence. Interamerican Journal of
Psychology [on-line]. Diakses pada 1 November 2018 dari http://www.psicorip.org/Resumos/PerP/RIP/RIP036a0/RIP03921.pdf

Post a Comment

0 Comments